Thursday, October 19, 2006

TANDA BACA

Tanda Titik (.)
Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.

Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagian, ikhtisar, atau daftar.
a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. …
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)

Dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yag tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.

Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.

Tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung
Lihat halaman 2345 dan seterusnya

Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat)
Jalan Diponegoro 82 (tanpa titik)
Jakarta (tanpa titik)
1 April 1985 (tanpa titik)

Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan


Tanda Koma (,)
Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Tabrakan beruntun di jalan tol itu menyebabkan 20 orang tewas, 15 luka berat, dan tiga luka ringan.
Saya membeli kertas, pena, dan tinta
Satu, dua, … tiga!

Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara ber­ikutnya, yang didahului oleh kata seperti tetapi dan melainkan.
Hal itu bukan tanggung jawab presiden, tetapi wakil presiden.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat ter­sebut men­dahului induk kalimatnya.
Jika ada pembuktian, pemerintah akan membatalkan perjanjian itu.
Tetapi: Pemerintah akan membatalkan perjanjian itu jika ada pembuk­tian.

Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat ter­sebut mengiringi induk kalimatnya.
Saya tidak datang kalau hari hujan.

Dipakai di belakang kata atau frasa penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti bahkan, jadi, namun, dengan demikian, oleh karena itu, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, dan meskipun demikian.
Namun, yang jauh lebih penting, Presiden Abdur­rahman Wahid harus bersikap jujur dan berpikiran jernih.

Dipakai untuk memisahkan partikel seperti o, ya, wah, kok, aduh dari kata lain yang terdapat dalam kalimat.
”Wah, saya tidak tahu itu,” kata Menteri Keuangan kepada pers.

Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat (Lihat juga pemakaian tanda petik)
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
“Saya gembira sekali,” kata Ibu, “karena kamu lulus.”

Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu diakhiri dengan tanda tanya atau tanda seru.
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.

Dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tang­gal, dan nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Lokasi tersebut hanya berjarak 19 kilometer dari Distrik Lubok Antu, Negara Bagian Sarawak, Malaysia Timur.

Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: Pustaka Rakjat.

Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
W.J.S Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membe­dakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Prof Dr Satjipto Rahardjo, SH
Prof Dr I Ketut Surajaya, MA

Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi yang sifatnya tidak membatasi (bisa juga dengan tanda pisah).
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Komisaris Besar Pradopo Timur, Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung, terlihat sangat marah. (Tetapi: Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung Komisaris Besar Pradopo Timur terlihat sangat marah.)

Kalau, misalnya, menyinggung perasaan rakyat, keputusan itu sebaik­nya dicabut saja.

Dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang ter­dapat pada awal kalimat.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Di Rumah Sakit Pondok Indah, Nita Tilana meninggal dunia.
Tetapi: Di Rumah Sakit Pondok Indah terjadi malapraktik yang mem­bahayakan.

Dipakai di depan angka persepuluhan.
Jarak pintu depan rumah Gubernur DKI dengan tempat pe­nem­bakan sekitar 13(,)5 meter.
Harga minyak per barrel adalah 50,75 dollar AS

Tanda Titik Koma (;)
Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Malam makin larut; kami belum selesai juga.

Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Ayah mengurus tanamannya di kebun; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghafal nama-nama pahlawan nasional; Saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.

Dipakai dalam perincian untuk menghindari kesalahan tafsir.
Selain Menteri Pertahanan Mahfud MD, acara itu juga dihadiri S Bimantoro, Kepala Polri; Graito Usodo, Kepala Puspen TNI; Amin Aryoso, Ketua Komisi II DPR; dan Antasari Azhar, Kepala Ke­jaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Tanda Titik Dua (:)
Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap apabila diikuti rangkaian atau pe­merian.
Pilihannya hanya dua: hidup atau mati.
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.

Tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai Jurusaan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.

Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan

b. Tempat Sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S
Hari : Senin
Waktu : 09.30

Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!”
Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk)
Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)

Dipakai di antara jilid atau nomor halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab suci, di antara judul dan anak judul dalam suatu karangan, serta di antara nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Tempo, I (34), 1971: 7
Surat Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Erasco, 1968

Tanda Hubung (-)
Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.

Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. (Catatan: akhiran –i tidak dipenggal)

Dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Secara terburu-buru, Habibie mengakui hasil penentuan pen­dapat di Timor Timur.

Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973

Dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Ber-uang dan be-ruang

Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Mobil Pak Lurah di-tune up di Bengkel Kenangan.

Dipakai untuk merangkaikan
se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital:
se-Indonesia

ke- dengan angka:
ke-12

angka dengan –an:
tahun 1950-an

untuk menghubungkan bentuk terikat dengan kata di depannya:
pas­ca-Perjanjian Malino II

untuk pengganti kata dan:
belajar-mengajar, jual-beli

singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata:
mem-PHK-kan

Akhiran yang didahului kata berkelas nomina yang mengacu pada nama orang, tempat, dan sebagainya yang harus ditulis dengan huruf kapital:
di Jawa-lah (Tambahan)


Tanda Pisah (—)
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
Dipakai
untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi pen­jelasan khusus di luar bangun kalimat.
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

Berbagai langkah yang diambil—termasuk pelantikan mendadak Kepala Ke­polisian RI—merupakan pertanda bahwa pemerintah serius memerha­tikan negeri ini.

Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ’sampai dengan’ atau di antara dua nama kota yang berarti ’ke’ atau ’sampai’.
Perang Dunia II terjadi tahun 1942—1945.
Dua mahasiswa itu luka parah diserempet bus kota jurusan Jakarta Kota—Blok M.

Dipakai untuk menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Temuan polisi itu—berupa KTP, sidik jari, dan bekas bibir pada gelas— menyebabkan penyelidikan bertambah mudah.

Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.

Tanda Elipsis (…)
Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
”Ya…, pemerintah tidak akan melakukan kompromi.”

Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihi­langkan.
Dalam pasal itu disebutkan, … presiden memberi grasi dengan mem­er­hatikan pertim­bangan Mahkamah Agung.

(Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, yang dipakai adalah empat titik—tiga untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Namun, pada judul, yang dipakai adalah tiga titik karena judul tidak harus menggunakan titik: ”Big is Beatiful…”)

Tanda Tanya (?)
Dipakai pada akhir kalimat tanya
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?

Dipakai untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya (disimpan dalam tanda kurung).
Ia dilahirkan pada tahun 1983 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
Sundari Soekotjo dilahirkan tahun 1965(?).


Tanda Seru (!)
Dipakai sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang meng­gambarkan kesungguhan, ketidakperca­yaan, atau rasa emosi yang kuat.
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak-istrinya.
Dalam unjuk rasa itu, massa demonstran berteriak, ”Bakar! Bakar!”

Tanda Kurung (( ))
Dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun Daftar Isian Kegiatan (DIK) kantor itu.
Tommy Soeharto (Hutomo Mandala Putra) divonis 18 bulan penjara.

Dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian in­te­gral pokok pem­bicaraan.
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Kondisi Soeharto yang parah (lihat Tabel) tak memungkinkan bagi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyidangkannya.

Dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks da­pat dihilangkan.
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
Oknum pelaku peledakan bom itu diduga berasal dari (Kota) Bandung.

Dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang memerinci satu urutan keterangan.
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.


Tanda Kurung Siku ([ ])
Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Persamaan kedua proses ini (perbedaanya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35—38]) perlu dibentangkan di sini.

Tanda Petik (”…”)
Dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dai pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar.”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”

Dipakai untuk mengapit judul syair, karangan, dan bab buku apabila dipakai dalam kalimat.
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” dimuat dalam majalah Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku ini.
Lagu “Terlena” yang terkumpul dalam album Kau Segalanya de­ngan baik dibawakan Melly Goeslaw.

(Catatan: Bagaimana dengan judul film, judul lukisan, judul atau nama tarian? Apakah diperlakukan sama [menggunakan tanda petik] atau dicetak tegak tanpa tanda apa pun?)

Dipakai untuk menandai julukan
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “si Hitam”. (Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata yang mempunyai arti khusus)

Dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ‘coba dan ralat” saja.
Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
”Satu yang bisa saya janjikan hanyalah kerja keras,” kata Figo yang akan memakai kostum “keramat” nomor 10.

Dipakai untuk nama kegiatan, acara, seminar, diskusi, dan sejenisnya.
Hal itu dikata­kan Didik J Rachbini dalam seminar sehari ber­tema “Pros­pek Ekonomi Indonesia Pasca-Soeharto” di Jakarta. (Tambahan)


Tanda Petik Tunggal (’…’)
Dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain.
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Pak Hamdan.
”Ia berkata, ‘tidak’, ketika saya ajak ke Atambua,” kata Ati.

Dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Feed-back ‘balikan’
Paling tidak, political statement ‘pernyataan politik’ yang menga­takan go ahead untuk perbaikan pendidikan harus ada.

Tanda Garis Miring (/)
Sebagai pengganti kata dan, atau, tiap, per, atau tahun pada lembaran negara.
Dikirimkan lewat darat/laut
Harganya Rp 25/lembar.
Petani menjerit karena harga gabah Rp 700(/)kilogram.
Larangan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (Undang-Undang Nomor 39/1999) tentang Hak Asasi Manusia.

Tanda Penyingkat/Apostrof (’)
Menunjukkan penghilangan kata atau bagian angka tahun
”Surat itu ‘lah (telah) kukirim,” ujarnya.
”Gunung pun ‘kan (akan) kudaki untuk mendapatkanmu,” ka­tanya.
1 Januari ’88 (1988).

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

kenapa tidak diijinkan untuk mengkopi?!

10:26 AM  
Blogger tarunradant said...

Casino Slots - Mapyro
Discover Casino Slots, Betting & 여수 출장안마 Gaming 상주 출장안마 Mapyslots 서산 출장안마 and other gaming opportunities in the USA. Discover locations, hours, directions, and information 광주 출장마사지 for Casino Slots 안산 출장샵

11:26 PM  

Post a Comment

<< Home